Pengendara dan Begal Estetika
Sebagai pengguna sepeda motor yang hampir tiap hari menerjang keramaian jalan raya, saya selalu bertemu dengan orang yang uring-uringan dan merasa dirinya paling benar. Beberapa diantara yang saya temui bahkan sempat bersinggungan dengan saya. Pernah ketika saya menurunkan kecepatan untuk memberi kesempatan penyebrang jalan, saya malah dimarahi pengendara lain dari belakang. Di jalanan, saya sering menengok ke spion untuk ngecek keberadaan pengendara lain. Yang saya lihat kala itu sebenarnya si pengendara berjarak sangat jauh meski saya tahu kecepatannya memang tinggi. Namun, jika sesuai hukum fisika yang dibungkus peri kemanusiaan, sangat bisa si pengendara berhenti disamping saya. Bukannya decit rem yang saya dengar, malah kata “ASU!” yang tumpah dari mulutnya. Saya jadi bingung. Dia ini teriak “ASU” gitu maksudnya mengenalkan diri ya? Seperti “aku asu, kowe minggiro” gitu apa gimana? Bahkan, bapak saya yang sudah berkeriput dan kaki tak mampu menopang langkah pun ser