Postingan

Menampilkan postingan dengan label Solo

Kuliner Sambil Pacaran? La Taverna Saja!

Gambar
Sebagai seorang pemula asmara yang telah kembali menjalin kisah kasih setelah lama menjomlo, tentu saja ada kekhawatiran khusus bagi saya. Salah satunya adalah dengan menetapkan tempat untuk sayang-sayangan. Dahulu kala, ketika relung hati saya masih gersang, saya pergi ke mana saja nyaris selalu sendirian. Makan sendirian, nonton sendirian, nonton orang makan sendirian, makan orang nonton sendirian dan masih banyak lagi hal yang saya lakukan sendirian. Nah, pada masa itu saya selalu memburu tempat makan yang cocok buat didatangi seorang diri. Biar keren, saya menyebutnya introvert space. Lantas ketika hati saya telah bersenyawa dengan kekasih, saya pun harus mengubah cara berpikir tentang tempat makan. Ya, saya begitu antusias dengan perubahan ini karena pada akhirnya saya bisa makan bareng. Tidak lagi sendiri! Bayar parkirnya bisa patungan! Bisa berdiri di depan toilet cewek karena ada yang ditunggu! Yes! Baiklah, dalam rangka memperingati jiwa berasmara yang sedang membangun per

Pesta Buntel Solo dan Cook Up a Storm (2017) yang Saling Menemukan Rasa Baru

Gambar
Jika Bung Karno terkenal dengan Jas Merah (jangan sekali-kali melupakan sejarah)-nya, maka saya perkenalkan yang namanya Jas Hujan (jangan sekali-kali menghujat makanan). Sungguh kalimat pembuka yang sangat berfaedah, bukan? Jas Hujan itu tercetus ketika saya selesai menonton film Cina berjudul Cook Up a Storm (2017). Sebetulnya film ini sederhana sekali, tapi membuat lapar. Bercerita tentang koki lokal bernama Gao Tian Ci a.k.a Sky Ko (Nicholas Tse) yang jago membuat makanan tradisional Cina. Ia menjadi koki di sebuah kedai makan bernama Seven yang terletak di sudut kumuh dalam kawasan kota metropolis Spring Avenue. Suatu ketika, di depan kedainya dibangunlah restoran kelas internasional yang mendatangkan koki terbaik Eropa, Paul Ahn (Jung Yong Hwa). Tentu saja Jung Yong Hwa ini tidak ada hubungan darah sama sekali dengan Jung Jawa . Meski plintiran poni mereka jatuh di sudut pitagoras yang sama, tapi tetap saja beda. Lha wong yang satu koki ternama di Eropa. Sedang satu

Jatah Ingatan untuk Kota Solo

Gambar
Perkenalan saya dengan kota Solo berawal dari hal embuh yang pernah saya lakukan tatkala pakaian sekolah masih tersimbolkan dengan seragam putih-biru. Kala itu, teman saya yang bernama Nega mengajak mencari buku panduan game Seal . Memang, saat saya SMP dulu suka sekali dengan Seal Online meski levelnya stuck dibelasan saja. Sementara Nega sudah jauh lebih pro. Kegandrungan itulah yang membuat kami terpacu untuk meluncur dari Kartasura ke Solo dengan kayuhan sepeda. Jar kendhel! Kami mencari di beberapa lokasi, seperti warnet Yahoo!, Solo Grand Mall, Gramedia, dan tempat-tempat lain yang saya lupa namanya. Jujur saja, saat itu masih ada rasa was-was jika saya tidak bisa pulang. Sebab, kota Solo masing sangat asing bagi saya. Kekhawatiran saya berbuah lega ketika sekujur tubuh ini tiba di rumah. Lalu apa kami mendapat buku panduan tersebut? Tidak! Tidak ada di mana-mana. Justru saya malah membawa oleh-oleh berupa luka karena sempat terjungkal di jalan. Tapi nek dipikir-pikir panc

Tentang Pantai Hingga Gunung di Solo dan Orang-orang Sinis

Gambar
Saya lahir dan besar di Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo. Meski demikian, jika ada orang yang baru kenal lalu tanya saya orang mana, saya pasti jawab “orang Solo”. Iya, saya Solo tulen! Buktinya sekarang saya jomblo. Oke. Skip. Tulisan ini sebenarnya diawali dengan keresahan saya saat buka facebook. Ada postingan dari akun TravelingYuk dalam album foto “Traveling Yuk ke Solo”. Saya pribadi tidak ada masalah dengan tempat-tempat yang disarankan, yang jadi masalah adalah saat saya membaca kolom komentar. Komentar paling mainstream adalah; “wah, sejak kapan Solo punya pantai wkwkwk”, “admin ngawur, itu semua bukan di Solo”, hingga “terakhir aku ke Merbabu masih di Boyolali, sekarang pindah Solo, tho?” dan nada sinis lainnya. Baik, saya rasa cukup pembukaannya, mari kita segera bicarakan tentang Solo dan Surakarta saja. 1. Melihat Solo-Surakarta dalam Perspektif Sejarah Sangat panjang jika harus menulis sejarah Solo, mari kita peringkas saja. Solo dan Su

Bersyukur Tinggal di Solo

Gambar
Jujur gue ngerasa beruntung tinggal di kota Solo. Gue sih gak begitu ngerti kondisi kota lain kayak gimana, tapi yakin deh Solo ini kota yang ideal menurut gue. Bicara tentang Solo tentu kita akan langsung nyantol dengan salah satu sosok yang sering muncul di koran-koran atau di media televisi. Siapa lagi kalau bukan Joko Widodo (Jokowi) yang pernah memimpin kota Solo. Gue emang gak pernah punya pengalaman khusus dengan beliau, hanya saja dulu pernah ketemu pas gue sama temen-temen lagi asik jalan-jalan di Car Free Day. Dengan santainya beliau naik sepeda lipat dan tentu saja gak ada pengawal atau ajudan yang mengiringi. Kala itu respon masyarakat yang melihat beliau ya tidak norak-norak banget. Hanya sekedar tegur sapa “monggo Pak Jokowi..” Melihat dari hal sederhana itu rasanya nyaman banget. Hubungan dari pemimpin dengan masyarakat benar-benar sangat kental. Hingga entah kenapa hampir seluruh masyarakat Solo mencintai sosok sederhana itu. Duh malah kayak kampanye aja nih. Y