Menantang Jogja Tanpa Rencana
Pada tanggal 8 Oktober kemarin saya melakukan perjalanan asal-asalan ke Jogja. Namanya juga lagi dirundung gelisah, jadi harus refreshing dikit biar tidak resah. Sebenarnya saya hanya perlu melihat tempat-tempat baru dan orang-orang baru itu sudah cukup membuat saya berpikir lebih jernih.
Sabtu pagi, di stasiun Purwosari saya bertemu dengan teman sebangku saya semasa SMP. Namanya Jefri. Dari dirinya lah saya mewarisi cangkem buosok kalau urusan bercanda dan nge-bully orang. Sungguh sulit diterima akal, sekarang dia berprofesi sebagai wasit untuk cabang olahraga tenis. Padahal passion-nya di bidang bacot-membacot. Kalau dia mau mengeksplor bakatnya ke YouTube, saya yakin VNGNC bakal tutup akun.
Selain Jefri, saya juga bertemu dengan seorang penulis bernama Ngadiyo. Dulu saya pernah jadi MC dalam acara bedah bukunya. Saya kaget sekali ketika diminta untuk jadi MC. Jangankan punya pengalaman ngisi acara, wong izin ke kamar mandi pas sholat jumat saja saya tidak berani.
Kala itu saya protes terhadap keputusan panitia yang tidak mengindahkan hak-hak saya sebagai mahasiswa cupu. Usut punya usut, ternyata dari sekian calon MC yang dimonitoring oleh panitia, saya lah yang paling memenuhi kualifikasi wajah. Panitia bilang, wajah saya ini related dengan judul buku yang akan dibedah. Karena penasaran, saya ngintip catatan rapat panitia. Terungkap sudah. Judul buku yang akan dibedah adalah “How to Handle Masturbation”. Kampret emang. Tapi page one.
Muka saya sepertinya lebih mirip duo setan itu. Source:dionwirawan.files |
Perjalanan dari Solo ke Jogja, saya tempuh dengan naik kereta. Tidak banyak yang saya lakukan di dalam kereta. Hanya mendengarkan musik dan berpikir. Saya sangat suka melamun. Banyak hal yang bisa saya pikirkan. Tentang hidup, asmara, karir, pendidikan, apapun itu saya visualkan dengan apik dalam khayalan saya. Sampai-sampai saya memelintirkan beberapa lirik lagu. “I have a bad blog! Kau benci blogku yang apa adanya. Dan sukai mereka yang belagak dapet kapal pesiar dari job reviewnyaaa”.
Ah, tak terasa pelamunan itu sukses mematikan waktu saya. Saya tiba di stasiun Lempuyangan sekitar pukul 12 siang. Di sini saya sudah menghubungi teman saya yang ada di Jogja, namanya Regina. Kami berdua sebenarnya tidak sering berkomunikasi. Hanya sesekali say hello saja di media sosial atau pas papasan di kampus. Saat itu entah kenapa saya ingin bertemu dia. Akhirnya, kami memutuskan untuk berbincang-bincang hangat di Coffee Legend.
Di tengah percakapan kami yang menyenangkan, hujan mengguyur deras. Kami berdua terjebak di Coffee Legend selama berjam-jam. Karena sudah mulai bosan, kami memutuskan untuk nekat menerjang terpaan hujan dan menerima kepasrahan jika nanti masuk angin.
Tanpa berbekal rencana yang jelas, saya ngikut saja insting Regina. Akhirnya, kami berkunjung ke Bentara Budaya. Di sana kami berkeliling menyaksikan beberapa karya seni lukis. Kalau diingat-ingat saya memang sudah lama sekali tak menonton pameran seni. Pada waktu itu di Bentara Budaya yang dipamerkan adalah karya-karya lukisan abstrak. Cocok sekali dengan pikiran, perasaan dan hidup saya yang serba tidak jelas ini.
Selepas memutari galeri dan sedikit berbincang-bincang di kursi yang tersedia di tengah ruangan, kami merasa perlu beranjak dari tempat ini. Di halaman Bentara Budaya saat itu ada berlusin-lusin pria berkostum serba hitam. Untung saja bukan karena ada layatan. Tapi sedang ada acara komunitas musik. Nama acaranya “Cassette Store Day 2016”, yaitu ajang berkumpulnya para penikmat musik yang mengoleksi rilisan fisik. Di sana saya melihat sensasi ‘lawas’ yang terkemas dengan apik. Saya dan Regina memang suka musik tapi bukan dari kalangan musisi. Karena latar pendidikan kami sama-sama dari seni rupa dan desain. Jadi kami berdua justru membicarakan visual pada sampul album.
Ah, tak terasa pelamunan itu sukses mematikan waktu saya. Saya tiba di stasiun Lempuyangan sekitar pukul 12 siang. Di sini saya sudah menghubungi teman saya yang ada di Jogja, namanya Regina. Kami berdua sebenarnya tidak sering berkomunikasi. Hanya sesekali say hello saja di media sosial atau pas papasan di kampus. Saat itu entah kenapa saya ingin bertemu dia. Akhirnya, kami memutuskan untuk berbincang-bincang hangat di Coffee Legend.
Di tengah percakapan kami yang menyenangkan, hujan mengguyur deras. Kami berdua terjebak di Coffee Legend selama berjam-jam. Karena sudah mulai bosan, kami memutuskan untuk nekat menerjang terpaan hujan dan menerima kepasrahan jika nanti masuk angin.
Tanpa berbekal rencana yang jelas, saya ngikut saja insting Regina. Akhirnya, kami berkunjung ke Bentara Budaya. Di sana kami berkeliling menyaksikan beberapa karya seni lukis. Kalau diingat-ingat saya memang sudah lama sekali tak menonton pameran seni. Pada waktu itu di Bentara Budaya yang dipamerkan adalah karya-karya lukisan abstrak. Cocok sekali dengan pikiran, perasaan dan hidup saya yang serba tidak jelas ini.
Selepas memutari galeri dan sedikit berbincang-bincang di kursi yang tersedia di tengah ruangan, kami merasa perlu beranjak dari tempat ini. Di halaman Bentara Budaya saat itu ada berlusin-lusin pria berkostum serba hitam. Untung saja bukan karena ada layatan. Tapi sedang ada acara komunitas musik. Nama acaranya “Cassette Store Day 2016”, yaitu ajang berkumpulnya para penikmat musik yang mengoleksi rilisan fisik. Di sana saya melihat sensasi ‘lawas’ yang terkemas dengan apik. Saya dan Regina memang suka musik tapi bukan dari kalangan musisi. Karena latar pendidikan kami sama-sama dari seni rupa dan desain. Jadi kami berdua justru membicarakan visual pada sampul album.
Source: pamityang2an.com |
Salah satu hal yang membuat saya bertanya-tanya sejak dulu adalah kenapa acara-acara ‘eksklusif’ di Jogja macam ini pasti banyak bulenya. Malah dulu ketika saya nonton Pappermoon Puppet di IFI Jogja, yang datang hampir bule semua. Apa anak-anak muda di Jogja fokus belaja, ya? Eh, btw, waktu di IFI itu juga hujan. Memang deh, Jogja, hujan dan bule sulit dipisahkan kenangannya.
Saat saya berjalan melihat-lihat kaset sambil menghindari genangan air, tiba-tiba Regina memanggil saya. Ia menunjukkan pada saya sebuah banner besar yang terpasang di pinggir jalan. Di banner itu tertera sebuah acara yang saat ini sedang berlangsung. “Ke sana, yuk”, ajak Regina. Memang tidak salah bertemu Regina ini. Spontanitasnya tinggi.
Alhasil, jadilah kami berdua pergi ke UGM. Di sana saat itu sedang ada acara ‘Kampung Buku Jogja #2’. Sebagai penikmat buku-buku, jelas kami berdua nekat menerjang ribuan air yang jatuh deras dari langit Jogja. Dan makin afdhol perjalanan ini karena kami sempat nyasar. Wong acaranya itu di foodpark, kami malah pergi ke gelanggang. Tanya orang sana-sini tidak ada yang benar. Sedih. Dan akhirnya kami diselematkan oleh google map dan intuisi.
Saat saya berjalan melihat-lihat kaset sambil menghindari genangan air, tiba-tiba Regina memanggil saya. Ia menunjukkan pada saya sebuah banner besar yang terpasang di pinggir jalan. Di banner itu tertera sebuah acara yang saat ini sedang berlangsung. “Ke sana, yuk”, ajak Regina. Memang tidak salah bertemu Regina ini. Spontanitasnya tinggi.
Alhasil, jadilah kami berdua pergi ke UGM. Di sana saat itu sedang ada acara ‘Kampung Buku Jogja #2’. Sebagai penikmat buku-buku, jelas kami berdua nekat menerjang ribuan air yang jatuh deras dari langit Jogja. Dan makin afdhol perjalanan ini karena kami sempat nyasar. Wong acaranya itu di foodpark, kami malah pergi ke gelanggang. Tanya orang sana-sini tidak ada yang benar. Sedih. Dan akhirnya kami diselematkan oleh google map dan intuisi.
Ini lokasi acaranya. Selebihnya bayangkan saja suasana romantis malam, dengan lampu remang-remang yang banyak dan hujan rintik. Source:wardhanahendra |
Buku-buku yang dijual di KBJ ini kuampret bener dah. Bagus-bagus! Mulai dari filsafat, sastra, sejarah, seni dan aaaaghh buku-buku langka! Buku-buku indie! Fak! Fak! Fak! Tahu gini saya harusnya sedia uang saku yang lebih. Tidak kepikiran ada acara begini, sih. Hasilnya, saya cuma ngiler sambil elus-elus buku yang pingin dimiliki seutuhnya. Hih! Gemes! Cium juga nih lama-lama.
Saya dan Regina sama-sama tidak beli buku apa-apa. Mau gimana lagi, perut lebih perlu diisi daripada nanti kami pingsan. Saat hendak melangkah ke area makan, Regina kembali memanggil saya, “Ham, ke atas dulu, yuk!”. Dari lantai dua memang terdengar riuh perbincangan, sepertinya ada acara diskusi atau sekadar ngobrol santai. Kami berdua ke lantai dua. Namun terhenti di mulut tangga saja. Tempatnya penuh. Saya sempat ngintip dari sela-sela selangkangan orang yang berdiri di depan saya. Hm, ya, sepertinya ada diskusi. Karena tidak ada celah untuk masuk, kami mengurungkan niat dan kembali pada tujuan semula. Makan!
Saya dan Regina sama-sama tidak beli buku apa-apa. Mau gimana lagi, perut lebih perlu diisi daripada nanti kami pingsan. Saat hendak melangkah ke area makan, Regina kembali memanggil saya, “Ham, ke atas dulu, yuk!”. Dari lantai dua memang terdengar riuh perbincangan, sepertinya ada acara diskusi atau sekadar ngobrol santai. Kami berdua ke lantai dua. Namun terhenti di mulut tangga saja. Tempatnya penuh. Saya sempat ngintip dari sela-sela selangkangan orang yang berdiri di depan saya. Hm, ya, sepertinya ada diskusi. Karena tidak ada celah untuk masuk, kami mengurungkan niat dan kembali pada tujuan semula. Makan!
Atae.. Kenapa melewatkan acara ini, sih!? Source:aktualita.co |
Di foodpark ini kami memesan dua teh hangat, Regina makan nasi dengan ati goreng dan saya cuma ngemil pempek udang. Selagi Regina menyantap makanannya, saya mengaburkan pandangan ke sekitar dan mencoba menikmati momen itu. Saya menyadari kalau hari itu cuma jalan-jalan sederhana, tapi menyenangkan. Dari pameran seni, acaranya anak-anak musik, dan perbukuan. Kalau saja ditutup dengan acara pemutaran film, habis sudah pertahanan saya. Mau bagaimana lagi? Sudah di Jogja, datang ke tempat-tempat menyenangkan, hujan pula. Jika bukan karena faktor X, sudah jatuh cinta nih pasti.
Selepas makan malam, saya dan Regina harus segera ke stasiun lagi. Saya bermaksud naik kereta Prameks yang berangkat pukul 20.15. Sesampainya di stasiun, saya kehabisan tiket. Oke, fayn! Itu adalah kereta Prameks terakhir. Saya dan Regina lantas mendiskusikan hal ini. Ada beberapa opsi seperti; saya naik kereta lain yang berangkat lebih malam dan lebih mahal, saya tidur di stasiun dan nunggu Prameks besok subuh, saya naik bus tapi motor saya inap di stasiun Purwosari, saya naik taksi (edan!), saya inap di kosan Regina tapi di area parkir, atau saya inap di losmen sarkem aja.
Keputusan terakhir jatuh pada ‘naik kereta yang agak mahalan’. Ya, jadi saya pulang dari Jogja pukul 21.00, naik kereta Jaka Tingkir. Dan..untuk kesekiankalinya spontanitas Regina membuat saya kaget. “Aku juga mau pulang ke Solo sekarang aja”.
What?
Benar saja, malam itu Regina memutuskan untuk pulang ke Solo. Rencana awal dia sih ingin balik Solo pada minggu pagi.
“Kamu gak ingin bawa barang-barang dari kos dulu, Reg?”
“Enggak, bawa apa?”
“Ya..gak tahu juga. Pakaian mungkin.”
“Enggak”, dia buka tasnya lalu ngecek ini itu, “Udah. Gini aja”.
“Serius?”
“Heh. Jangan bikin ragu dong.”
Satu pelajaran hidup yang saya pelajari dari Regina. JANGAN MERAGUKAN SEBUAH KEPUTUSAN. Memang saya ini orangnya sering ragu-ragu, terutama pada diri sendiri. Saya ingin mengambil keputusan yang tepat. Tapi ternyata semakin sering saya meragu justru bukan kematangan keputusan yang saya ambil, tapi kesia-siaan waktu. Thank you, Reg.
Jadi, malam itu saya dan Regina naik kereta dari stasiun Lempuyangan (Jogja) ke stasiun Purwosari (Solo) pukul sembilan. Sampai di Solo sekitar pukul sepuluh. Dan saya sudah pasti mengantar Regina ke rumahnya dengan aman. Saya baru sampai rumah sekitar pukul sebelas. Tepat dua belas jam perjalanan saya hari itu berakhir. Sebelum tidur saya ngecek grup WWF, ah lagi left. Ngecek wassap, ah masih pada rebutan job review. Ngecek twitter, ah masih ngomongin tips blog paling mainstream. Ngecek playlist AIMP, NDX A.K.A – Kesandung Masa Lalu. Oke, play! Saatnya lucid dream.
Terbang.
Selepas makan malam, saya dan Regina harus segera ke stasiun lagi. Saya bermaksud naik kereta Prameks yang berangkat pukul 20.15. Sesampainya di stasiun, saya kehabisan tiket. Oke, fayn! Itu adalah kereta Prameks terakhir. Saya dan Regina lantas mendiskusikan hal ini. Ada beberapa opsi seperti; saya naik kereta lain yang berangkat lebih malam dan lebih mahal, saya tidur di stasiun dan nunggu Prameks besok subuh, saya naik bus tapi motor saya inap di stasiun Purwosari, saya naik taksi (edan!), saya inap di kosan Regina tapi di area parkir, atau saya inap di losmen sarkem aja.
Keputusan terakhir jatuh pada ‘naik kereta yang agak mahalan’. Ya, jadi saya pulang dari Jogja pukul 21.00, naik kereta Jaka Tingkir. Dan..untuk kesekiankalinya spontanitas Regina membuat saya kaget. “Aku juga mau pulang ke Solo sekarang aja”.
What?
Benar saja, malam itu Regina memutuskan untuk pulang ke Solo. Rencana awal dia sih ingin balik Solo pada minggu pagi.
“Kamu gak ingin bawa barang-barang dari kos dulu, Reg?”
“Enggak, bawa apa?”
“Ya..gak tahu juga. Pakaian mungkin.”
“Enggak”, dia buka tasnya lalu ngecek ini itu, “Udah. Gini aja”.
“Serius?”
“Heh. Jangan bikin ragu dong.”
Satu pelajaran hidup yang saya pelajari dari Regina. JANGAN MERAGUKAN SEBUAH KEPUTUSAN. Memang saya ini orangnya sering ragu-ragu, terutama pada diri sendiri. Saya ingin mengambil keputusan yang tepat. Tapi ternyata semakin sering saya meragu justru bukan kematangan keputusan yang saya ambil, tapi kesia-siaan waktu. Thank you, Reg.
Jadi, malam itu saya dan Regina naik kereta dari stasiun Lempuyangan (Jogja) ke stasiun Purwosari (Solo) pukul sembilan. Sampai di Solo sekitar pukul sepuluh. Dan saya sudah pasti mengantar Regina ke rumahnya dengan aman. Saya baru sampai rumah sekitar pukul sebelas. Tepat dua belas jam perjalanan saya hari itu berakhir. Sebelum tidur saya ngecek grup WWF, ah lagi left. Ngecek wassap, ah masih pada rebutan job review. Ngecek twitter, ah masih ngomongin tips blog paling mainstream. Ngecek playlist AIMP, NDX A.K.A – Kesandung Masa Lalu. Oke, play! Saatnya lucid dream.
Terbang.
Gak ada foto-fotoan sama Regina, Ham?
BalasHapusAnjir gue kesentil, pas banget gue lagi rebut-rebutan job review. :)))
Gak ada dong. RAHASIA !! Whahahaha
HapusSikaatt, Da, sikaaaattt...
SIKAAAT!! Bisa banyak dapet uit loh
HapusTakut direbut orang :D
Hapusada Kampung Buku Jogja ga ajak-ajaaaaaak fayyyynnnn uhuhuhu
BalasHapusItu aja baru tahu ya pas di Jogja. Hari terakhir pula.. Aku yo kecewa nih. Gek bukune apik-apik. Faklaaah..
HapusBangke banget sih kata terakhir itu. Ena banget dapet link gratisan.. Semoga itu linknya nofollow. Aamiin.
BalasHapusEmang ya piknik singkat itu perlu banget dilakuin. Walaupun badan cape, tapi pikiran segar. Kayanya daku mesti gitu juga deh sesekali. Pagi-pagi pergi ke Jakarta, terus malamnya udah balik lagi. BHAHAHA
Kalau sama temen sih aku gak nimbang utung rugi, mad. Kalau tulisanmu ada yang pas buat dicantolin di blogku ya bakal kugituin juga. Wahahahaha
HapusHarus! Cuma urusan duitnya sih yang bikin sedih.
Kok mamad cemburuan sih sama link doang? Ya ampun.
HapusYa ampun mad, link thok lho. Sambil curi-curi pake link di komen ya? Ahahaha~
HapusMuka masturbasi :))))))))
BalasHapusAku meh ngekek :))))
Tapi emang iya sih :))
Masih mending sih muka masturbasi daripada muka luapan mani. Eh.. Ini apaaaa.
HapusEMANG IYA GUNDULMUU !!
Aku pengen ngomong: Muaaathaaaaamoee ham!
HapusMirip dengan mukaku dan tingkahku.
HapusJangan meragukan sebuah keputusan. Pelajaran yang berharga sekali yaaa.
BalasHapusKak Regina zodiaknya apa? Mungkin cocok sama Kak Ham yang Aquarius. Wkwwk.
Virgo Kliwon, Madam.
HapusMas Ilham...
BalasHapusTau kan aku mau ngomong apa?
BODO AMAT!!
HapusBelum dibalikin juga CD Slank-nya?
HapusLagi-lagi Martina.
HapusBerhenti iih pake alamat blog saya...
Baru kali ini ada orang dikasih backlink kagak mao.
HapusNduk, karepmu ki opo?
HapusBangkek rengginang!!
HapusHmmm. Terbang. Tai pake dibawa-bawa segala itu link rupiah. Haha.
BalasHapusBiasakan ya, kalau menceritakan peristiwa, upload foto, biar kami gak penasaran.
Mana foto selfie bareng Regina?!
Coba Ilham foto sama Regina, akankah Hana tetap menjadi idola?
HapusTsyaaakeep~
Nah itu dia kurangnya. Kami berdua sama-sama gak suka selfie.
HapusGara-gara baca ini jadi pengen ke Jogja. Huft.
BalasHapusSemangat! Jangan lupa tiwul bakar dan join grup WWF
HapusAyok ah ketemuan di Jogja. Dan join grup WWF
HapusKemaren tadinya mau ke Yogya, nganter tamu dari luar
BalasHapusEh ga taunya batal. Padahal udah siap-siap mau extend beberapa hari buat mengunjungi situs-situsnya AADC2 hehehe
Apa anak-anak muda di Jogja fokus belaja, ya? Eh, btw, waktu di IFI itu juga hujan.
BalasHapusMas Ilham ini kurang R hehe.
Duh ku kena, memang sepi sekali acara seperti ini di Jogja, beda kalo festival makanan. Sedih.
Ternyata gak cuma di dunia nyata saya cadel. Nulis pun ikut cadel.. :(
HapusApa anak-anak muda di Jogja fokus belaja, ya? Eh, btw, waktu di IFI itu juga hujan.
BalasHapusMas Ilham ini kurang R hehe.
Duh ku kena, memang sepi sekali acara seperti ini di Jogja, beda kalo festival makanan. Sedih.
itu kok pas jadi mc, cocok emang sama bukunya.. masturbation.
BalasHapusPadahal aslinya wajah saya ini alim sekali
HapusWah.. kemarin malah gak dateng ke kampung Buku Jogja.. :D
BalasHapusWoh ono wisnu barang ik. Pie kabare?
HapusAh iyo, kan ngagnggo Name/URL, mesti raono notif e.
Ham, blog mu ik pasang DISCUS wae pie? Ben gayeng
kenapa gak belanja apa-apa mas??
BalasHapusGak ada duit. Wahahaha
Hapus"Tapi ternyata semakin sering saya meragu justru bukan kematangan keputusan yang saya ambil, tapi kesia-siaan waktu."
BalasHapusKALIMAT DI ATAS KOK BANGKE BANGET SIH?! AKU BANGET. LAGI-LAGI. SIAAAAL. Thanks, Reg!
Dengan perjalanan se-so sweet itu, kalau difilmkan, genrenya road movie. Uuuuh. Yakin sama Regina cuma teman aja? Nggak lebih, Ham?
Nggak, Cha. Temen diang. Gak bisa lebih :')
HapusAku orang jogja justru belum tahu kampung itu.
BalasHapusBenar sekali aku lebih sibuk belajar ,beda dengan bule yang kantongnya tebal, soal kreasi mereka jagonya. Aku untuk beli bensin saja masih mikir.
Kampung Buku itu nama event, bro. Banyak perasaan acara-acara gratis, sob. Semangat!
HapusDAMN! regina....itu udah terlanjur jatuh cinta sama kmu atau gmana sih? tiba2 mau pulang ke solo gtu? kyaknya dia mau lebih berlama2 lagi deh, gk rela klo ditinggalin....
BalasHapusHal paling melecehkan ketika kmu dipilih jadi mc bukunya Ngadiyo, wkwkwkwkwkwkkkkkkkkkkkkk!!!!!!!!!!!!! (keselekk) awalnya gw cuman liat gmbar sampul bukunya ngadiyo sih sambil menerka2 "ini pembahasan apasih" ternyata ini pmbhasan tntang kesesuaian wajah mc dengan sampul buku Ngadiyo, hahahhhh.
Dan yg bkin ngiler itu sih kampung buku jogja....jogja emng trkenal dngan event2 buku nya. Klo dimakassar sih event2 literasi nya yg paling trkenal dan bisa dibanggain sama msyaraktnya yaa itu..... MIWF (Makassar International Writers Festival).
Enggak coy. Dia cuma pengen balik aja. Mumpung udah sampe stasiun.
HapusNgakaknya biase aje!!
(((How to handle masturbation)))
BalasHapusKalo gue jadi lo, sebagai anak ekonomi tentunya gue... ke sarkem. Eh gak deh, ya bener deh itu pulang walaupun agak mahalan dikit. Kalo mau ekstrem ya tidur di kostnya regina, tapi di keset, kayak kucing :'))
Anjer keset. Bukan kucing. Dikira pesugihan iya.
HapusBuku Kunci jawaban UN mungkin ada ...
BalasHapusGak ada njeer
HapusHmm. Masturbasi, mengingatkan tentang seseorang yg disonoh. Haha. Perkenal kan mas aq iffah ipeh, grup blogger solo.hehe
BalasHapusColek aku kalau ke jogja
BalasHapusWoghh pacarann ternyata....maklum anak muda hahaaa
BalasHapus(Jangan bikin ragu deh), Aku suka jd ragu kalau dipertanyakan.
BalasHapusAhhh sedih baru tau ada KBJ :(
BalasHapusKadang melakukan keputusan spontan itu menyenangkan hehehhe
Kehabisan tiket dan bayar lebih mahal gak masalah wong ada yang nemenin kan?
BalasHapusTrus fotonya mana? No foto hoax lho...wkwkwk
Kece...mengingatkan jaman masi muda dulu..hahaha
BalasHapusOalah ini tah sampah kerennya.. bisa uti daur ulang deh
BalasHapus